Riyadhul-ilmi. Taubat ada dua macam yaitu Taubat Wajib dan Taubat Sunnah
(anjuran). Taubat yang diwajibkan adalah taubat karena meninggalkan sesuatu
yang diperintahkan atau mengerjakan sesuatu yang dilarang. Taubat semacam ini
wajib hukumnya bagi setiap mukallaf, sebagaimana
diperintahkan Allah dalam Kitab-Nya dan melali lisan para Rasul-Nya.
Sedangkan taubat yang dianjurkan adalah taubat karena meninggalkan
sesuatu yang dianjurkan (sunnah) dan mengerjakan sesuatu yang dibenci (makruh).
Barangsiapa yang membatasi hanya dengan taubat yang pertama, maka ia termasuk
golongan Al-Abrar Al-Muqtashidin
(orang-orang yang baik lagi pertengahan) dan barangsiapa yang bertaubat dengan taubat tersebut,
maka ia termasuk golongan As-sabiqin Al-Muqarrabin
(orang-orang yang bersegara kepada kebajikan dan medekatkan diri kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala). Barangsiapa yang tidak bertaubat dengan taubat yang
pertama, maka ia termasuk orang-orang yang zhalim: Bisa jadi mereka itu
orang-orang kafir atau oang-orang fasiq.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
(QS. Al-waqi’ah: 12)
Firman-Nya yang
lain:
فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ
| 88 | ||||||
فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّتُ نَعِيمٍ
| 89 | ||||||
وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ
Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan,
|
(QS. Al-waqiah: 88-94)
Firman-Nya yang
lain:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا
مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ
وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ
الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
Kemudian Kitab itu
Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba
Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan
di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula)
yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu
adalah karunia yang amat besar.
(QS. Fathir:32)
Firman-Nya yang
lain:
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
| 3 |
إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ سَلَاسِلَ وَأَغْلَالًا وَسَعِيرًا
| 4 |
إِنَّ الْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا
| 5 |
عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا
|
(QS. Al-insan: 3-6)
Firman-Nya yang
lain:
عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا الْمُقَرَّبُونَ
(yaitu) mata air yang minum daripadanya orang-orang yang didekatkan kepada Allah.
(QS. Al-Muthafifin: 28)
Ibnu Abbas berkata. “bagi ashabul Yamin (golongan kanan),
minumannya dicampur sedemikian rupa; sedangkan golongan muqarrabun, minumannya tidak dicampur (murni).”
Secara etimologi
(kebahasaan), taubat adalah ruju ‘amma taba minhu ila ma taba ilaih (kembai
dari sesuatu yang dia taubati menuju ke sesuatu yang ia taubat kepadanya).
Sedangkan taubat yang disyariatkan (secara terminologi) ialah kembali kepada
Allah dan kembali mengerjakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang
dilarang.
Taubat itu bukan hanya karena
melakukan keburukan sebagaimana yang dikira banyak orag bodoh. Mereka tidak
membayangkan bertaubat melainkan karena
perbuatan buruk, yang dilakukan seorang hamba, seperti perbuatan nista dan
kezhaiman. Padahal bertaubat karena meninggalkan kebajikan yang diperintahkan
itu lebih penting daripada bertaubat karena meninggalkan kebururkan yang
dilarang. Kebanyakn manusia meninggalkan
banyak perintah Allah Subhanahu wa ta’ala, bak perintah “ucapan” dan perbuatan
hati maupun “ucapan” dan perbuatan badan. Adakalanya mereka tidak mengetahui
bahwa itu sesuatu yang diperintahan atau mereka mengetahui kebenaran kebenaran
tetapi tidak mengikutinya, sehingga mereka menjadi salah satu diantara dua kemungkinan:
menjadi orang-orang yang tersesat karena tidak memiliki ilmu yang bermanfaat
atau orang-orang yang mendapatkan murka dari Allah Subhanahu wa ta’ala karena
mengingkari kebenaran setelah mengetahuinya. (Zubair / http://riyadhul-ilmi.blogpot.com).