Bahan inilah yang belakangan mulai menjadi bahan pengganti serat rotan. Bahan yang cantik, tahan lama, dan berdesain konsisten.
Bentuknya seperti bilah-bilah rotan. Panjangnya dalam satu gulungan
bisa puluhan meter. Memiliki banyak pilihan tekstur, warna, dan bentuk.
Material ini kini semakin diminati di Eropa dan Amerika, sebagai bahan
yang sudah masuk ke dalam kategori ”Green”.
”Para pengrajin terkadang susah pindah dari rotan, tapi bagi yang
sudah menggunakan bahan ini, tak mau lagi untuk kembali ke rotan”,
cerita Junus Sumardi, Presiden Direktur PT. Polyindo Permata, yang
memproduksi bahan rotan sintetis bermerk Viro ini.
Bahan ini mudah digunakan untuk pelapis bahan-bahan furnitur.
Furnitur-furnitur dengan olahan rotan sintetis memang terlihat lebih
kontemporer. Pilihan warna dan tekstur yang berjumlah ratusan, bahkan
ribuan, memudahkan para desainer untuk menciptakan karya-karya
mutakhir.
”Bahan ini sudah sangat dikenal di Amerika dan Eropa, bahkan ada
konsumen yang hanya mau menggunakan merk ini untuk produknya”, terang
Jusuf seraya memperlihatkan beberapa desainer kelas dunia yang
menggunakan rotan sintetis sebagai bagian dari desainnya, seperti Bilka
di Denmark, B&B di Italia, Sunbrella di Amerika Serikat, dan
lain-lain.
Rotan sintetis ini 100% berbahan High Density Polyethylene (HDPE) yang 100% bisa di daur ulang dan non-toxic
(tak beracun). Bahan ini tidak memiliki placticizer (pelembut) seperti
PVC, sehingga memenuhi standar ISO 9001-2000. Bahan yang baik tak hanya
memiliki kandungan yang anti racun, atau mudah di daur ulang.
Karakter rotan sintetis pun harus menjadi perhatian. ”Bagaimana caranya kita bisa membuat bahan yang memperhatikan beauty, durability, dan consistency”,
papar Junus seraya memperlihatkan detail permukaan serat rotan sintetis
yang bisa menimbulkan sensasi yang sama dengan rotan asli pada indera
perasa.
Bahan ini dijual perkilo, dengan 1 kilogram (tipe tertentu) bisa
memiliki panjang hingga puluhan meter. Cukup untuk membuat satu set
kursi di ruang keluarga. Bahan yang banyak dengan kualitas terjaga, bisa
membuat rotan sintetis terlihat konsisten dalam pemakaian warna dan
teksturnya. Sistem extrusion dalam pembuatan serat rotan ini membuat
kualitas rotan sintetis dapat terhitung dan terkontrol.
Untuk menggunakan bahan rotan sintetis, memang diperlukan
penganyam-penganyam yang biasa mengolah rotan sintetis ini menjadi
furnitur yang layak jual. Sebelum dianyam, kerangka furnitur biasanya
dibuat dulu dari bahan yang anti karat, seperti alumunium atau bahan
lain yang tahan cuaca. Di Indonesia, para penganyam biasanya berada di
sentra industri furnitur seperti Cirebon, Jepara, dan Bali.
Produk rotan sintetis telah lama diminati oleh desainer dunia. Bahkan desainer kelas dunia seperti Joe Ruggiero (www.joeruggiero.com), dan Michael Young (www.michael-young.com)
mendesain beberapa jenis produk rotan sintetis untuk Viro. Produk ini
masuk ke dalam kategori all-weather wicker, yaitu bisa tahan pada pcuaca
yang ekstrim, seperti udara lembap, panas, hujan, dan salju.
Ada juga produk yang sudah menerapkan produk fire-retardant, yaitu
bahan yang bisa meminimalisasikan penyebaran titik api, dan menjadi
salah satu syarat pemakaian bahan di kapal-kapal pesiar.
Banyak keunggulan rotan sintetis ini. Bahan rotan sintetis yang awet
dan mudah untuk dieksplorasi membuatnya tak hanya digunakan untuk bahan
pelapis furnitur kursi dan meja. Rotan sintetis ini pun telah
dikembangkan menjadi produk tas dan produk-produk barang di luar
furnitur.
Tak heran, menurut Junus Sumardi , bila suatu saat rotan sintetis pun
akan menjadi pilihan arsitek untuk dijadikan bagian elemen interior,
atau bisa juga membungkus bangunan. Sebagai wujud perhatian para
kalangan desainer, Viro pernah mengadakan sayembara desain furnitur
untuk mahasiswa. ”Kami pernah mengadakan sayembara desain untuk
mahasiswa pada tahun 2007 lalu”, kisah Junus.
Realita kini menunjukkan bahan baku yang semakin berkembang, dan
menantang desainer untuk mengembangkan wawasan dan karyanya, tak
terbatas pada bahan-bahan konvensional semata. Untuk waktu ke depan,
produk-produk yang terbuat dari tumbuhan seperti buah jarak akan menjadi
pilihan pembuatan bahan plastik.
”Pokoknya tumbuhan yang menghasilkan alkohol, bisa diolah menjadi
monomer, lalu polymer yang menjadi bahan dasar plastik”, jelas Junus.
(Zaka, Sumber: Ideaonline.co.id)
(Zaka, Sumber: Ideaonline.co.id)