Teladan Menuju Jalan Keselamatan

8:30 PM


Dalam hidup ini, setiap orang tentu ingin mendapatkan kenikmatan dunia. Tak ada salahnya manusia menginginkan hal tersebut. Itu manusiawi.
Namun, kenikmatan dunia saja belumlah sempurna. Yang kita butuhkan sebenarnya adalah kenikmatan hakiki, yakni kenikmatan yang bisa menghantarkan kita pada keselamatan dunia dan akhirat.
Kenikmatan dunia bisa membuat manusia bergantung kepada mahluk. Padahal, manusia akan segera meninggalkan dunia yang fana ini.
Kenikmatan hakiki bukan terletak pada kenikmatan dunia. Kenikmatan hakiki akan kita raih manakala kita mencanangkan hidup semata untuk mencari ridha Allah SWT. Caranya, menaati apa yang menjadi perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.
Firman Allah SWT,Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (An Nisa’ [4]: 69)
Khabar Shadiq
Di era modern sekarang ini, dorongan untuk mengejar kenikmatan duniawi semakin membara karena ilmu pengetahuan kian berkembang.
Bila dahulu kehidupan manusia terjerembab dalam mitos, kini manusia mulai menuhankan teknologi dengan kekuatan rasionya.
Namun, betapa pun canggihnya ilmu pengetahuan dan teknologi, masih banyak pertanyaan besar yang tak bisa dijawab manusia. Misalnya, ke manakah kehidupan manusia setelah mati?
Secara empiris, manusia tidak bisa menjangkau jawaban atas pertanyaan ini. Karena tidak ada orang yang telah mati bisa menyampaikan pengalamannya di alam kubur kepada yang masih hidup.
Nalar dan rasio mungkin saja bisa berandai-andai. Ilmu pengetahuan juga bisa memberikan berbagai prediksi. Namun, hal itu tak akan bisa mencapai tingkat keyakinan yang hakiki.
Banyak ilmuwan yang justru ragu dengan hari berbangkit. Bahkan mereka juga tak percaya Tuhan dan menganggap agama tidak ilmiah.
Jika orang bernalar kuat saja bisa bimbang seperti itu, bagaimana dengan orang kebanyakan yang memahami kehidupan ini seadanya saja?
Bila mereka hidup tanpa iman, mereka bisa tertipu dan tersesat. Seolah-olah dunia ini tujuan akhir, padahal maut bisa menjemput kapan saja, bahkan ketika seseorang sedang berada pada puncak kejayaannya. Mereka harus meninggalkan dunia ini tanpa membawa apa pun.
Ada pula manusia yang senantiasa dirundung berbagai cobaan, lalu mereka putus asa. Mereka merasa seolah tak ada lagi harapan. Itulah juga akibat tiadanya iman pada diri seseorang.
Orang beriman dapat menjalani hidup dengan mantap dalam kondisi apa pun. Pertanyaan-pertanyaan yang tak terjangkau nalar tak lagi menjadi hal yang menyulitkan buat mereka. Sebab, bagi orang beriman, nalar saja tak cukup untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang hidup.
Mereka perlu khabar shadiq yang disampaikan para Rasul, yaitu khabar dari orang-orang terpilih dan terpercaya yang telah diutus Allah SWT. Mereka mengimani khabar tersebut tanpa keraguan sedikitpun. Mereka juga mengimani kejujuran para Rasul tersebut.
Rasulullah Muhammad SAW sendiri, sebelum menjadi Rasul, telah dikenal sebagai al-amin, yakni orang yang terpercaya. Inilah yang menjadi sifat setiap Rasul yang akan menyampaikan berita dari Tuhan.
Iman kepada Rasul telah menjawab berbagai kebimbangan hidup. Mereka tidak menjadikan dunia ini sebagai tujuan akhir, tetapi sebagai ladang menanam amal kebaikan.
Meski kadang mereka belum menikmati panen di dunia ini, mereka tidak putus harapan. Sebab pembalasan yang setimpal dan berlipat ganda akan diterima di akhirat kelak. Mereka tidak khawatir dan tidak pula bersedih hati.
Firman Allah SWT,”Dan tidaklah Kami mengutus para Rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. (Al An’am [6]: 48)
Karena itu orang yang beriman akan senantiasa membenarkan ajaran dan berita yang dibawa para Rasul. Abu Bakar adalah contoh seorang yang sangat kuat imannya kepada Rasulullah SAW.
Saat berita isra’ mikraj membuat banyak orang berpaling dan tidak percaya karena dianggap tidak masuk akal, Abu Bakar tetap teguh dalam keimanan untuk membenarkannya.
Dia yakin Allah SWT Maha Kuasa dan Rasulullah Muhammad SAW mustahil berdusta. Inilah model sejati dari orang yang bertakwa.
Firman Allah SWT,”Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Az Zumar [39]: 33)
Teladan
Secara fitrah, kesadaran ber-Tuhan telah ada dalam diri manusia. Kerena itulah, kepercayaan dan keyakinan adanya Tuhan selalu ada dalam setiap zaman meski kadarnya pasang surut.
Para pemikir dan filosof ada yang tak percaya Tuhan, tetapi banyak juga yang meyakini-Nya. Alam yang sangat teratur dan terpelihara ini sudah menunjukkan bahwa ada Dzat Yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa.
Tentu saja untuk mengenal Tuhan, tidak cukup hanya mengandalkan kesadaran ber-Tuhan. Manusia hanya bisa mengenal Tuhan dengan benar jika Tuhan berkenan mengenalkan diri dan berfirman untuk menjelaskan siapa diri-Nya. Para Rasul itulah yang dipilih untuk mengenalkan Tuhan dan mengajak manusia menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
Dorongan beramal kebaikan juga telah dimiliki oleh manusia. Karena itulah kebaikan dalam al-Qur`an disebut ma’ruf, artinya sesuatu yang telah dikenal. Tapi bagaimana kebaikan itu dilakukan, manusia masih butuh petunjuk pelaksanaan.
Seorang yang sadar bahwa ada Yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa, akan terdorong memuja dan menyembah kepada Tuhannya.Namun bagaimana cara menyembah, manusia butuh bimbingan.
Lagi-lagi para Rasul itulah yang memberikan contoh dan teladan bagaimana melakukan berbagai amal kebaikan yang diridhai Allah SWT. Bagaimana cara beribadah kepada Allah SWT, harus seperti yang difirmankan Tuhan. Bukan semaunya sendiri.
Bila kita meneladani Rasul dalam beribadah, kita akan diridhai Allah SWT. Tanpa mengikuti bimbingan dan teladan Rasul, seseorang bisa membuat-buat cara yang justru tidak diridhai Allah SWT. Maunya berbakti supaya diterima, tetapi malah tertolak.
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang mengada-adakan perkara baru dalam urusan kami, yang tak ada pedomannya, maka ia tertolak.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Sudah jelas bahwa para Rasul adalah manusia pilihan yang mesti dicontoh dan diidolakan. Pada kenyataannya banyak orang yang lebih terpesona dan mengidolakan tokoh-tokoh lainnya. Apalagi mereka yang cinta dunia dan melupakan akhirat. Mereka kerap mengidolakan konglomerat, artis, selebritis, pejabat, atau orang tenar lainnya.
Mereka pun tergila-gila, selalu mengagumi dan mengikuti gaya hidup idolanya. Mulai model pakaian, dandanan rambut, gaya bicara, selalu ditiru. Mungkin mereka anggap mengidolakan dan mengikuti Rasul membuatnya tertinggal zaman.
Bagi orang beriman, Rasul teladan utama, idola dalam hidupnya. Dalam diri Rasul banyak sekali teladan yang musti diikuti. Itulah sunnah Rasul. Dengan menghidupkan sunnah beliau kita akan manapaki jalan bahagia yang penuh berkah di dunia dan di akhirat kelak.
Sungguh, pada diri Rasulullah kamu dapatkan suri teladan yang indah bagi orang yang mengharap (rahmat Allah), dan (keselamatan) hari terakhir, serta banyak mengingat Allah. (Al-Ahzab [33]: 21)
Wallahu a’lam bish Shawab.