FADHILAH MEMPELAJARI HADITS
RASULULLAH
Hadits adalah salah satu sumber hukum syariat Islam dan merupakan salah satu wahyu dari Allah
Hadits adalah salah satu sumber hukum syariat Islam dan merupakan salah satu wahyu dari Allah
I :
)
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْـهَوَى إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْىٌ يُّوْحَى
(
( النجم : 3-4 )
Artinya
: “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”
(An Najm : 3-4)
Sabda Rasulullah
r : ((
ألا إنى أوتيت القرآن و مثلـه معه
))
“Ketahuilah sesungguhnya telah
diturunkan kepadaku Al Qur’an dan yang semisal dengannya (As Sunnah)”
(HSR. AbuDawud, Tirmidzy, Ahmad dan Hakim)
Karena dia merupakan salah satu sumber hukum maka wajib atas kita
untuk mempelajarinya dan berpegang teguh padanya.
Beberapa fadhilah/ keutamaan mempelajari hadits :
1.
Wajah para penuntut ilmu
hadits cerah/ berseri-seri.
Sabda Rasulullah
r :
((
نضر الله
امرءاً سمع مقالتى فوعاها وحفظها و بلغها فـإنه رب حـامل فقه غير فقيه
، ورب
حامل فقه إلى
من هو أفقه منه
))
رواه الترمذى و ابن حبان
“Mudah-mudahan Allah menjadikan
berseri-seri wajah orang yang mendengarkan perkataanku lalu
memahaminya dan menghafalkannya kemudian dia menyampaikannya, karena
sesungguhnya boleh jadi orang yang memikul (mendengarkan) fiqh namun
dia tidak faqih (tidak memahaminya) dan boleh jadi orang yang memikul
(mendengarkan) fiqh menyampaikan kepada yang lebih paham darinya” (HSR.
At Tirmidzy dan Ibnu Hibban dari shahabat Abdullah bin Mas’ud
t ).
Berkata
Sufyan bin ‘Uyainah
رحمه الله
: “Tidak seorang pun yang menuntut /
mempelajari hadits kecuali wajahnya cerah / berseri-seri disebabkan
doa dari Nabi r (di
hadits tersebut)”
2. Para
penuntut ilmu hadits adalah orang yang paling bershalawat kepada Nabi
Sabda Rasulullah
r :
((
من صلى علىّ صلاة واحدة صلى الله عليه بـها عشراً
))
“Barang siapa yang bershalawat
kepadaku satu kali maka Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali”.
Berkata
Khatib Al Baghdadi
رحمه الله :
Berkata Abu Nu’aim
رحمه الله
kepada kami : “Keutamaan yang mulia ini
terkhusus bagi para perawi dan penukil hadits, karena tidak diketahui
satu kelompok di kalangan ulama yang lebih banyak bershalawat kepada
Rasulullah r dari
mereka, baik itu (shalawat) berupa tulisan ataupun ucapan”.
Kata
Sufyan Ats Tsaury
رحمه الله : “Seandainya tidak ada
faidah bagi shohibul hadits kecuali bershalawat kepada Rasulullah
r (maka itu sudah
cukup baginya) karena sesungguhnya dia selalu bershalawat kepada Nabi
r selama ada di dalam
kitab”.
Berkata
Al ‘Allamah Shiddiq Hasan Khan
رحمه الله – setelah beliau
menyebutkan hadits yang menunjukkan keutamaan bershalawat kepada Nabi
r : “Dan tidak
diragukan lagi bahwa orang yang paling banyak bershalawat adalah ahlul
hadits dan para perawi As Sunnah yang suci, karena sesungguhnya
termasuk tugas mereka dalam ilmu yang mulia ini (Al Hadits) adalah
bershalawat di setiap hadits, dan senantiasa lidah mereka basah dengan
menyebut (nama) Rasulullah r
…. maka kelompok yang selamat ini dan Jama’ah Hadits ini adalah
manusia yang paling pantas bersama Rasulullah
r di hari kiamat, dan
merekalah yang paling berbahagia mendapatkan syafa’at Rasulullah
r …. maka hendaknya
anda wahai pencari kebaikan dan penuntut keselamatan menjadi seorang
Muhaddits (Ahli Hadits) atau yang berusaha untuk itu”.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi penuntut ilmu hadits tentang
shalawat :
1.
Tidak boleh seorang
penuntut ilmu hadits bosan dan jemu dengan seringnya
bershalawat kepada Nabi r,
karena itulah letak keutamaan penuntut ilmu hadits.
2.
Bershalawat hendaknya
dipadukan antara tulisan dan ucapan.
3.
Tidak boleh menyingkat
ketika menuliskan shalawat kepada Nabi
r.
Imam As Syuyuti
رحمه الله dalam Tadribur Rasul
mengkhabarkan bahwa orang yang pertama kali mengajarkan (mencontohkan)
penyingkatan shalawat dijatuhi hukuman potong tangan.
4.
Mempelajari hadits
memberikan manfaat dunia dan akhirat.
Kata
Sufyan Ats Tsaury
رحمه الله : “Saya tidak
mengetahui amalan yang afdhal di muka bumi ini dari mempelajari hadits
bagi yang menginginkan dengannya wajah Allah
I “.
5. Mempelajari
dan meriwayatkan lebih afdhal dari berbagai macam ibadah-ibadah sunnat.
Berkata Waki bin
Al Jarrah
رحمه الله : “Seandainya (meriwayatkan)
hadits tidak lebih afdhal dari bertasbih tentu saya tidak
meriwayatkannya”.
Berkata Sulaiman At Taymy
رحمه الله : “Kami pernah
duduk di sisi Abu Mijlas
رحمه الله dan beliau
membacakan hadits kepada kami, lalu berkata salah seorang (dari kami)
: Seandainya engkau membacakan surat dari Al Qur’an”. Maka berkata
Abu Mijlas : “Apa yang kita lakukan sekarang ini bagiku tidaklah
kurang fadhilahnya dari membaca ayat Al Qur’an”.
Berkata
Abu Ats Tsalj
رحمه الله : Saya bertanya kepada
Imam Ahmad bin Hanbal
رحمه الله : “Wahai Abu Abdillah,
yang mana lebih kau sukai : seorang menulis hadits atau dia berpuasa
sunnat dan shalat sunnat ?”. Beliau menjawab : “Menulis hadits”.
Berkata
Al Khatib Al Baghdady
رحمه الله : “Mempelajari hadits
pada zaman ini lebih afdhal dari seluruh ibadah-ibadah yang sunnat,
disebabkan telah hilang sunnah dan orang tidak bergairah lagi dari
mengerjakannya serta munculnya bid’ah-bid’ah lalu mereka (para ahli
bid’ah) yang berkuasa mendominasi sekarang ini”.