Kiat Dekat dengan Al-Qur`an

8:25 PM

Al-Qur`an tidak cukup hanya untuk dibaca. Sekalipun membacanya saja memperoleh pahala, bahkan dihitung dari setiap hurufnya, keberadaan al-Qur`an bukan sekadar untuk itu. Ia akan menjadi penggugat kita di hadapan Allah SWT (hujjatu ‘alaina) manakala tidak diamalkan isinya. 

Karena itu membaca al-Qur`an harus dibarengi dengan memahami maknanya dan mengamalkannya dalam segala aspek kehidupan. Dengan begitu akan muncul pribadi-pribadi yang berkualitas secara lahir dan batin.
Pribadi-pribadi yang berkualitas ini akan membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah serta masyarakat yang diberkahi oleh Allah SWT. Pada akhirnya, terbangunlah masyarakat yang berperadaban Islam sebagaimana dulu pernah dibangun oleh Rasulullah SAW.
Tak Disyukuri
Namun, realitasnya kini, umat Islam banyak yang tidak menyukuri nikmat al-Qur`an. Kitab ini belum dijadikan resep untuk mengelola kehidupan, tetapi sekadar dijadikan mantra ritual.
Akibatnya, kandungan al-Qur`an tidak berefek pada perubahan pola pikir, sudut pandang, orientasi, dan perilaku kehidupan individu, keluarga, masyarakat, dan negara.
Tidak sedikit umat Islam yang hanya menjadikan al-Qur`an sebatas kekayaan kognitif. Posisinya sama dengan ilmu-ilmu yang lain. Itulah sebabnya, banyak orang yang fasih membaca al-Qur`an, tapi fasih pula mencela saudaranya.
Banyak yang bisa mengkhatamkan al-Qur`an, tapi sering melakukan manipulasi dan kebohongan publik. Banyak yang gemar membaca dan menghapal al-Qur`an, tetapi suka sombong, serakah, dan hasud.
Sungguh memprihatinkan kondisi itu. Meminjam perkataan Muhammad Abduh, seolah-olah kehebatan al-Qur`an tertutup (terhijab) oleh kelemahan dan kekurangan kaum Muslim sendiri.
Perlakuan kita terhadap al-Qur`an inilah penyebab terjadinya krisis multidimensi yang bersifat mikro (‘azamat shughra) dan krisis global (‘azamat kubra). Firman Allah SWT,”Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Thaha [20]: 124)
Maksud kehidupan sempit dalam ayat ini adalah didera berbagai persoalan dan tidak menemukan jalan keluar. Bisa juga berarti kehidupan yang serba cukup, tetapi semua yang dimiliki justru membuat lubang kehancurannya (istidraj), sehingga dia tidak bisa memaknai dan menikmatinya.
Lima Pola Interaksi
Untuk mengembalikan kita pada pola interaksi yang benar terhadap al-Qur`an sehingga bisa menjadi sumber kekuatan dalam membangun peradaban (iman dan Islam), kiat-kiat berikut sangat perlu diwujudkan.

Pertama, tilawah wa tartil
Bila kita mampu membaca al-Qur`an secara benar (tilawah wa tartil) dan berkesinambungan maka hal itu akan:
1. Menambah iman kepada Allah SWT.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Anfal [8] ayat 2 bahwa orang-orang yang beriman akan bergetar hatinya bila disebut nama Allah SWT, serta bertambah imannya bila dibacakan ayat-ayat-Nya.
2. Mendatangkan petunjuk
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Yunus [10] ayat 57 bahwa al-Qur`an akan menjadi petunjuk dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada, serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
3. Menjadi indikator mutu keimanan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 121 bahwa orang-orang yang beriman, bila diberikan al-Qur`an, akan membacanya dengan benar, tidak merubah, dan tidak mentakwilkan sesuka hatinya.
4. Mendatangkan perkataan yang berbobot
Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam surat Al-Muzzammil [73] ayat 5 bahwa al-Qur`an adalah perkataan yang berat. Maksudnya, perkataan yang bisa melepaskan manusia dari belenggu kesesatan, mencerahkan pikiran dan hati yang kalut, serta merasakan kegembiraan dalam mengelola pasang surut kehidupan.

Kedua, tadabbur
Bila kita bisa merenungkan (mentadabburi) al-Qur`an dengan baik maka akan membuka hati kita untuk menerima petunjuk Allah SWT dan memperoleh pelajaran yang sangat berharga. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam surat Shad [38] ayat 29. Selain itu, orang yang membaca al-Qur`an tanpa dibarengi dengan tadabbur akan mendatangkan bencana.

Ketiga, hifz
Hifz adalah menghafal al-Qur`an. Al-Qur`an mudah dihafalkan sekalipun bukan orang Arab (‘ajam). Sebab, kata-kata, huruf-huruf, susunan kalimat, gaya bahasanya (uslub)nya, sesuai dengan fitrah manusia. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam surat Al-Qamar [54] ayat 17, 22, 23, dan 40.
Pada umumnya, orang akan sulit menghafalkan al-Qur`an jika banyak melakukan dosa. Imam Syafii suatu ketika pernah mengadu kepada Waki’ atas kejelekan hafalan al-Qur`annya. “Ia (Waki’) membimbingku agar meninggalkan maksiat. Karena ilmu itu cahaya. Cahaya Allah tiada akan diberikan kepada yang berdosa, ” ujar Imam Syafii.
Selain itu, penghafal al-Qur`an akan terhindar dari kepikunan, dan setelah meninggal jasadnya diharamkan oleh Allah SWT untuk dilukai bumi.

Keempat, ta’lim
Generasi yang dekat dengan Allah SWT adalah generasi yang tidak berhenti belajar dan mengajarkan (ta’lim) al-Qur`an. Firman Allah SWT, “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani (sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah SWT), karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali Imran [3]: 79)

Kelima istima’
Orang yang selalu mendengarkan al-Qur`an (istima’), kata Allah SWT, adalah manusia pilihan-Nya. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam surat Al-A’raf [7] ayat 203

Selain itu, kegemaran mendengarkan al-Qur`an dan memilah-milah apa yang didengarkannya, menjadi indikator jiwa seseorang yang besar. Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira. Sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Az-Zumar [39]: 17-18)

Ingat, kaum Nabi Nuh dihancurkan oleh Allah SWT karena selalu menutup telinganya dari kebenaran.
Wallahu a’lam bish-Shawab.(Akbar/Suara Hidayatullah)