Al-Qur`an tidak cukup hanya untuk dibaca. Sekalipun membacanya saja
memperoleh pahala, bahkan dihitung dari setiap hurufnya, keberadaan
al-Qur`an bukan sekadar untuk itu. Ia akan menjadi penggugat kita di
hadapan Allah SWT (hujjatu ‘alaina) manakala tidak diamalkan isinya.
Karena itu membaca al-Qur`an harus dibarengi dengan memahami maknanya
dan mengamalkannya dalam segala aspek kehidupan. Dengan begitu akan
muncul pribadi-pribadi yang berkualitas secara lahir dan batin.
Pribadi-pribadi yang berkualitas ini akan membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah serta masyarakat yang diberkahi oleh Allah SWT. Pada akhirnya, terbangunlah masyarakat yang berperadaban Islam sebagaimana dulu pernah dibangun oleh Rasulullah SAW.
Pribadi-pribadi yang berkualitas ini akan membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah serta masyarakat yang diberkahi oleh Allah SWT. Pada akhirnya, terbangunlah masyarakat yang berperadaban Islam sebagaimana dulu pernah dibangun oleh Rasulullah SAW.
Tak Disyukuri
Namun, realitasnya kini, umat Islam banyak yang tidak menyukuri
nikmat al-Qur`an. Kitab ini belum dijadikan resep untuk mengelola
kehidupan, tetapi sekadar dijadikan mantra ritual.
Akibatnya, kandungan al-Qur`an tidak berefek pada perubahan pola
pikir, sudut pandang, orientasi, dan perilaku kehidupan individu,
keluarga, masyarakat, dan negara.
Tidak sedikit umat Islam yang hanya menjadikan al-Qur`an sebatas
kekayaan kognitif. Posisinya sama dengan ilmu-ilmu yang lain. Itulah
sebabnya, banyak orang yang fasih membaca al-Qur`an, tapi fasih pula
mencela saudaranya.
Banyak yang bisa mengkhatamkan al-Qur`an, tapi sering melakukan
manipulasi dan kebohongan publik. Banyak yang gemar membaca dan
menghapal al-Qur`an, tetapi suka sombong, serakah, dan hasud.
Sungguh memprihatinkan kondisi itu. Meminjam perkataan Muhammad Abduh, seolah-olah kehebatan al-Qur`an tertutup (terhijab) oleh kelemahan dan kekurangan kaum Muslim sendiri.
Sungguh memprihatinkan kondisi itu. Meminjam perkataan Muhammad Abduh, seolah-olah kehebatan al-Qur`an tertutup (terhijab) oleh kelemahan dan kekurangan kaum Muslim sendiri.
Perlakuan kita terhadap al-Qur`an inilah penyebab terjadinya krisis
multidimensi yang bersifat mikro (‘azamat shughra) dan krisis global
(‘azamat kubra). Firman Allah SWT,”Dan barangsiapa berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan
Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Thaha
[20]: 124)
Maksud kehidupan sempit dalam ayat ini adalah didera berbagai
persoalan dan tidak menemukan jalan keluar. Bisa juga berarti kehidupan
yang serba cukup, tetapi semua yang dimiliki justru membuat lubang
kehancurannya (istidraj), sehingga dia tidak bisa memaknai dan
menikmatinya.
Lima Pola Interaksi
Untuk mengembalikan kita pada pola interaksi yang benar terhadap
al-Qur`an sehingga bisa menjadi sumber kekuatan dalam membangun
peradaban (iman dan Islam), kiat-kiat berikut sangat perlu diwujudkan.
Pertama, tilawah wa tartil
Bila kita mampu membaca al-Qur`an secara benar (tilawah wa tartil) dan berkesinambungan maka hal itu akan:
1. Menambah iman kepada Allah SWT.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Anfal [8] ayat 2 bahwa orang-orang yang beriman akan bergetar hatinya bila disebut nama Allah SWT, serta bertambah imannya bila dibacakan ayat-ayat-Nya.
2. Mendatangkan petunjuk
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Yunus [10] ayat 57 bahwa al-Qur`an akan menjadi petunjuk dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada, serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
3. Menjadi indikator mutu keimanan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 121 bahwa orang-orang yang beriman, bila diberikan al-Qur`an, akan membacanya dengan benar, tidak merubah, dan tidak mentakwilkan sesuka hatinya.
4. Mendatangkan perkataan yang berbobot
Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam surat Al-Muzzammil [73] ayat 5 bahwa al-Qur`an adalah perkataan yang berat. Maksudnya, perkataan yang bisa melepaskan manusia dari belenggu kesesatan, mencerahkan pikiran dan hati yang kalut, serta merasakan kegembiraan dalam mengelola pasang surut kehidupan.
1. Menambah iman kepada Allah SWT.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Anfal [8] ayat 2 bahwa orang-orang yang beriman akan bergetar hatinya bila disebut nama Allah SWT, serta bertambah imannya bila dibacakan ayat-ayat-Nya.
2. Mendatangkan petunjuk
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Yunus [10] ayat 57 bahwa al-Qur`an akan menjadi petunjuk dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada, serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.
3. Menjadi indikator mutu keimanan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 121 bahwa orang-orang yang beriman, bila diberikan al-Qur`an, akan membacanya dengan benar, tidak merubah, dan tidak mentakwilkan sesuka hatinya.
4. Mendatangkan perkataan yang berbobot
Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam surat Al-Muzzammil [73] ayat 5 bahwa al-Qur`an adalah perkataan yang berat. Maksudnya, perkataan yang bisa melepaskan manusia dari belenggu kesesatan, mencerahkan pikiran dan hati yang kalut, serta merasakan kegembiraan dalam mengelola pasang surut kehidupan.
Kedua, tadabbur
Bila kita bisa merenungkan (mentadabburi) al-Qur`an dengan baik maka
akan membuka hati kita untuk menerima petunjuk Allah SWT dan memperoleh
pelajaran yang sangat berharga. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam
surat Shad [38] ayat 29. Selain itu, orang yang membaca al-Qur`an tanpa
dibarengi dengan tadabbur akan mendatangkan bencana.
Ketiga, hifz
Hifz adalah menghafal al-Qur`an. Al-Qur`an mudah dihafalkan
sekalipun bukan orang Arab (‘ajam). Sebab, kata-kata, huruf-huruf,
susunan kalimat, gaya bahasanya (uslub)nya, sesuai dengan fitrah
manusia. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam surat Al-Qamar [54]
ayat 17, 22, 23, dan 40.
Pada umumnya, orang akan sulit menghafalkan al-Qur`an jika banyak
melakukan dosa. Imam Syafii suatu ketika pernah mengadu kepada Waki’
atas kejelekan hafalan al-Qur`annya. “Ia (Waki’) membimbingku agar
meninggalkan maksiat. Karena ilmu itu cahaya. Cahaya Allah tiada akan
diberikan kepada yang berdosa, ” ujar Imam Syafii.
Selain itu, penghafal al-Qur`an akan terhindar dari kepikunan, dan
setelah meninggal jasadnya diharamkan oleh Allah SWT untuk dilukai bumi.
Keempat, ta’lim
Generasi yang dekat dengan Allah SWT adalah generasi yang tidak
berhenti belajar dan mengajarkan (ta’lim) al-Qur`an. Firman Allah SWT,
“Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani (sempurna ilmu dan takwanya
kepada Allah SWT), karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan
disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali Imran [3]: 79)
Kelima istima’
Orang yang selalu mendengarkan al-Qur`an (istima’), kata Allah SWT,
adalah manusia pilihan-Nya. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam
surat Al-A’raf [7] ayat 203
Selain itu, kegemaran mendengarkan al-Qur`an dan memilah-milah apa
yang didengarkannya, menjadi indikator jiwa seseorang yang besar. Allah
SWT berfirman, “Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak
menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira. Sebab
itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku yang mendengarkan
perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka
itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah
orang-orang yang mempunyai akal.” (Az-Zumar [39]: 17-18)
Ingat, kaum Nabi Nuh dihancurkan oleh Allah SWT karena selalu menutup telinganya dari kebenaran.
Wallahu a’lam bish-Shawab.(Akbar/Suara Hidayatullah)
Wallahu a’lam bish-Shawab.(Akbar/Suara Hidayatullah)