Hijab Wanita Muslimah (1)

12:03 AM

Oleh : Abu Ahmad Afifi

Mukaddimah
Tidak asing lagi, fakta kehidupan yang sedang dijalani oleh umat Islam sekarang ini, berbagai petaka, bencana, penindasan, pelecehan dan berbagai fakta pilu lainnya. Dari hari ke hari, pendengaran kita tiada hentinya mendengarkan berbagai berita yang menyayat-nyayat hati, mata kita membaca berbagai lembaran kelam dari sejarah umat Islam.

Musuh-musuh dari segala aliran dan bangsa dengan bengisnya menindas, menjajah, dan merampas hak umat Islam beserta segala  keindahan yang ada di dalamnya.

Atas nama kebebasan, modernisasi, mereka ingin menghancurakan wanita Islam.
Seorang tokoh aliran (free mansory) berkata : “Secangkir minuman keras, seorang biduanita dapat menghancurkan ummat Muhammad melibihi kekuatan seribu tank baja, peluru kendali, dan senjata kimia yang canggih. Oleh karena itu buatlah mereka tenggelam dalam cinta materi dan syahwat”.
Temannya yang lain berkata:

“Kita harus menggunakan wanita, sebab setiap kali ia mengulurkan tangannya kepada kita, kita telah mendapatkan apa yang kita inginkan dan kita telah berhasil memporak-porandakan serdadu penolong agama Islam”.

Tujuan mereka yang busuk itu tidak akan terealisasikan selama wanita Islam berpegang teguh dengan agamanya dan konsisten dengan hijab (jilbab) syar’inya.

Nah, berikut ini kita bahas sedikit tentang pemahaman hijab, syarat-syarat serta hikmah yang ada dibalik balutannya.

Definisi Hijab
Hijab berasal dari bahasa Arab, yaitu : (حَجَبَ الشَيْءَ يَحْجِبُهُ حَجْباً حِجَاباً) bermakna  “Tirai”. Hijab juga bermakna : Segala sesuatu yang dapat menghalangi dari dua perkara”
Segala sesuatu yang dapat menjadi penghalang dari tujuan yang diinginkan juga disebut dengan “hijab”. Seperti tirai, penjaga pintu, badan, kelemahan, dan maksiat. Sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

}وَقَالُوا قُلُوبُنَا فِي أَكِنَّةٍ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ وَفِي آذَانِنَا وَقْرٌ وَمِنْ بَيْنِنَا وَبَيْنِكَ حِجَابٌ فَاعْمَلْ إِنَّنَا عَامِلُونَ{

Artinya : ” Mereka berkata: “Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, Maka Bekerjalah kamu; Sesungguhnya kami bekerja (pula).” (QS.Fushilat:5).
Kadang digunakan kata “Hijab” sifat lemah, karena lemah itu menghalangi seseorang dari keinginannya.
Maksiat juga disebut sebagai hijab, Karena maksiat itu menghalangi seorang hamba dari Tuhannya[1].

Syariat Hijab dalam Islam
Adapun dalil-dalil tentang disyariatkannya hijab tersebut terdiri dari Al-Quran, As-sunnah, dan perkataan para ulama.

Dalil dari Al-Quran :
1.Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

}وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْأِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ{

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (QS. An-Nur : 31).
Dalam ayat tersebut ada beberapa poin yang menunjukan wajibnya “hijab”, yaitu:
Pertama :
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya : “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” .
Ini menunjukkan larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali pakaian yang tidak mungkin disembunyikan yaitu pakaian di bagian luarnya dan yang tersingkap tanpa disengaja. Lalu dipertegas lagi dengan pengulangan kalimat larangan tersebut dalam ayat yang sama.
Ibnu Mas’ud mengatakan : “Yang dimaksud dengan “kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” yaitu : apa-apa yang tidak mungkin untuk disembunyikan”[2].
Kedua :
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya : “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya“. Ini merupakan dalil yang jelas tentang menurunkan “khimar” yaitu kain yang menutupi kepala sampai ke dada, wajah pun masuk kedalamnya, Karena wajah termasuk bagian dari kepala baik ditinjau dari syariat, akal maupun ‘urf (kebiasaan).
Syeikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: “Tidak ditemukan satu dalilpun yang mengeluarkan wajah dari bagian kepala dalam bahasa arab, juga tidak ditemukan dalam redaksi Al-Quran dan As-Sunnah baik secara eksplisit maupun implisit yang mengeluarkannya”.
Beliau juga menambahkan : “Mengeluarkan wajah dari bagian kepala bertolak belakang dengan pemahaman syar’i, bahasa dan perkataan para ulama. Juga bertolak belakang dengan kaedah ushul fiqh dan mushthalah hadist, yaitu :
1)      Dalil penetapan (itsbat) lebih diutamakan dari pada dalil peniadaan (nafyi)
2)      Apabila bertemu dalam satu waktu antara dalil yang membolehkan dengan larangan, maka yang diutamakan adalah dalil larangan[3].
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengomentari ayat ini, lalu mengatakan : “Ini adalah perintah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada wanita-wanita beriman dan sebagai pembeda bagi mereka dari sifat dan perbuatan-perbuatan wanita zaman Jahiliyah “.
‘Aisyah radiyallahu ‘anha berkata : “Semoga Allah merahmati wanita-wanita pertama yang berhijrah, yaitu ketika Allah menurunkan firman-Nya : “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya“. Lalu beliau mengatakan : “Mereka langsung merobek ordeng mereka untuk dijadikan jilbab”[4].
Syeikh Muhammad Al-Amin As-Syinqithi berkomentar : “Hadist ini shahih dan jelas bahwa istri-istri shahabat sangat faham tentang makna ayat tersebut yaitu menutup wajah-wajah mereka”[5].
Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan hamba-hamba-Nya, termasuk diantara hamba itu adalah wanita, maka Dia Maha Mengetahui tentang maslahat (kebaikan) dan mafsadat (kerusakan) bagi hamba tersebut, diantara mafsadat yang ada pada hamba itu adalah hal-hal yang bisa menimbulkan fitnah dari kaum Hawa  kepada para lelaki yang melihatnya, yaitu berupa kecantikan wajah dan perhiasan yang ada padanya. Oleh karena itulah Allah memerintahkan kepada para wanita agar menutup peluang dari fitnah itu demi kemashlahatannya.
Perhiasan yang dilarang untuk ditampakkan adalah segala sesuatu yang mendatangkan rasa cinta bagi laki-laki dari wanita itu dan menarik perhatiannya, baik itu perhiasan yang alami berupa kecantikan wajah ataupun perhiasan yang dilakukan dengan usaha.
Imam Al-Qurthubi mengatakan : “Perhiasan itu ada dua : yang alami dan yang dibuat. Yang alami itu seperti wajah, ia merupakan sumber dari perhiasan dan kecantikan. Sedangkan yang dibuat ialah seperti yang dilakukan wanita untuk mempercantik model bajunya, memakai celak dan sebagainya”[6].
Ketiga :
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Dan janganlah mereka (para wanita) memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. (QS An-Nur: 31).
Syeikh Al-Ustaimin mengomentari ayat ini dengan mengatakan : “Para wanita dilarang menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang ia sembunyikan, karena perhiasan itu dapat menimbulkan fitnah (godaan) bagi laki-laki yang mendengarnya, maka manakah lebih besar bahaya fitnah dengan mendengar suara perhiasan tadi atau melihat wajah ?”[7].
Tentu setiap hamba yang masih memiliki hati nurani dan seorang mukmin sejati akan mengatakan ” wajah lebih besar bahaya fitnahnya “. Sebaliknya bagi yang hatinya sakit dan rusak, dia akan mengatakan ” tidak mengapa membuka wajah, jika niatnya bukan untuk menggoda lelaki
Tahukah anda apa yang mereka inginkan wahai saudariku….!
Mereka ingin merusak anda sebagaimana mereka telah rusak…!
Mereka ingin menikmati tubuh anda dengan pandangan mata mereka yang rusak…!
Dan mereka menginginkan agar anda menemani mereka dalam azab api neraka…!
Na’udzubillah!
2.Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

} يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً {

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin : “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya [8] ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (QS Al-Ahzab : 59)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal” menunjukkan pengkhususan wajah, karena wajah adalah tanda untuk mengenal seseorang, ini merupakan nash yang jelas akan wajibnya menutup wajah.
Sedangkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Karena itu mereka tidak di ganggu ” adalah dalil yang jelas bahwa melihat kecantikan wanita merupakan sikap mengganggu wanita itu sendiri, karena dengan melihat kecantikan wanita itu akan menimbulkan kejahatan dari hati yang memang sedang kotor, lalu akhirnya keburukanlah yang akan didapatkan wanita.
Oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan bagi wanita untuk memperlihatkan kecantikannya kecuali kepada yang berhak untuk melihatnya.
Andaikan tidak ada dalil syari’ yang mewajibkan menutup wajah kecuali ayat ini niscaya telah cukup, karena wajahlah yang menjadi ukuran menawan atau tidaknya seorang wanita.
Ibnu Abbas berkata : “Allah memerintahkan kepada istri-istri orang yang beriman, apabila keluar dari rumah untuk suatu keperluan, hendaklah menutup wajahnya dan hanya menampakkan satu mata saja”[9].
Muhammad bin Sirin berkata : “Saya bertanya ke Ubaidah As-Silmani tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ” yaitu menutup wajah dan kepalanya dan menampakkan mata sebelah kirinya “[10].
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan istri-istri orang yang beriman melakukan hal tersebut diatas, agar mereka dikenal dengan tertutup rapi, bersih, dan suci. Dengan demikian ia tidak akan diganggau oleh orang-orang yang jahat.
Coba anda perhatikan! siapa yang lebih sering digoda dan diganggu oleh laki-laki di jalan? tentu mereka yang suka bersolek ala jahiliyah.
3.Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

} وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعاً فَاسْأَلوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ {

“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir “. (QS Al-Ahzab : 53)
Ayat ini juga merupakan dalil yang jelas akan kewajiban wanita untuk menutup wajahnya dari laki-laki yang bukan mahramnya, dan Allah melanjutkan hikmah dari menutup wajah tersebut agar lebih suci bagi hati para lelaki dan wanita sehingga terhindar dari segala perbuatan keji beserta sebab-sebabnya.
Imam Al-Qurthubi berkata : “Ayat ini mencakup semua wanita, dan itu pulalah yang terdapat dalam kandungan syari’at bahwa wanita itu aurat seluruh badan serta suaranya”
Beliau menambahkan lagi : “Suara wanita itu dianggap aurat bila disertai dengan suara yang dilunakkan, adapun suara yang biasa maka tidak dihitung aurat,  lalu beliau menyebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
Hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk[11] dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya[12] dan ucapkanlah perkataan yang baik ” (QS Al-Ahzab : 32)
Coba anda perhatikan dan hayati ayat ini, kepada siapakah ayat ini ditujukan langsung? dan di zaman siapakah ayat ini diturunkan?
Ayat ini mengingatkan langsung kepada wanita yang sangat suci dari umat ini, mereka itu adalah istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang hidup pada masa generasi yang paling baik, baik secara keimanan maupun pengamalan.
Nah, dalam kondisi seperti ini saja Allah mengingatkan para wanita suci itu agar tidak melunakkan ucapannya, karena hal tersebut dapat mengundang perasaan yang tidak baik dari hati-hati generasi yang terbaik tadi, maka siapakah yang bisa menjamin akan keselamatan lelaki dari godaan suara wanita di zaman ini ?
Kita kembali ke Firman Allah :
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir “.(QS Al-Ahzab : 53)
Imam Ibnu Kastir rahimahullah berkata : “Jika salah seorang diantara kalian menginginkan suatu keperluan dari mereka (istri-istri Nabi), maka jangan melihat kepada mereka dan jangan meminta keperluan tersebut kecuali dari belakang tabir ”
Firman Allah selanjutnya :
“Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka” (QS Al-Ahzab: 53)
Lebih suci dari hati siapa, wahai saudariku? lebih suci dari hati istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (ummahatul mu’minin), lebih suci bagi hati para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, umat yang terbaik setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?
Bagaimana dengan hati kita pada masa sekarang? Apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menciptakan manusia, Yang mengetahui cara yang terbaik untuk mensucikan hati, sama dengan orang yang tidak mengetahui hal itu? adakah diantara umat ini menganggap dirinya lebih baik dan hatinya lebih suci daripada para shahabat?. Jawabannya tentu tidak. Oleh karena itu Wanita sekarang jauh lebih berhak untuk menutup wajahnya.
4.Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

} وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لا يَرْجُونَ نِكَاحاً فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ {

Dan perempuan-perempuan tua yang Telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian[13] mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui “. (QS An-Nur : 60)
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwa berjilbabnya perempuan tua yang tidak ingin menikah lagi serta tidak menampakkan perhiasan itu lebih utama, walaupun diperbolehkan bagi mereka untuk buka wajah dan tangan  dengan syarat berlaku sopan (islami).
Sesuai dengan pemahaman sebaliknya (mafhum mukhalafah) yang dikenal dalam ilmu ushul, maka bagi wanita yang muda atau yang masih berkeinginan menikah adalah tidak halal bagi mereka untuk menampakkan wajah dan telapak tangan mereka.

Dalil dari Sunnah :
Diantara dalil-dalil dari Sunnah adalah sebagai berikut :
  1. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari-Muslim : Bahwa ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para wanita menghadiri salat hari raya, lalu diantara mereka mengatakan : “Wahai Rasulullah, salah seorang diantara kami tidak memiliki jilbab”, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Hendaklah saudaranya memberikan jilbabnya”
  2. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wanita itu adalah aurat”[14].
  3. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan : “Dahulu ketika para penunggang lewat dan kami sedang ihram bersama Rasulallah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami turunkan jilbab kami, ketika mereka telah melalui kami, maka kami buka jilbab kami”[15]
Dalam keadaan ihram para wanita diperintahkan untuk tidak menutup wajahnya, tetapi ketika datang laki-laki yang bukan mahramnya maka ia diperintahkan kembali untuk menutupnya, ini menunjukkan akan wajibnya menutup wajah. Kalau tidak wajib menutup wajah maka hukum asalnya ia tetap membuka wajah dalam ihram meskipun lewat laki-laki yang bukan mahram, tetapi kenyataannya bahwa  istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup wajah mereka.
Perkataan Para Ulama’
Adapun perkataan para ulama tentang Hijab, diantaranya :
  1. Ibnu Qudamah mengatakan : “Wanita yang sedang ihram menurunkan pakaiannya dari atas kepala sampai wajahnya, kami tidak berbeda pendapat akan pentingnya yang demikian itu karena lewatnya laki-laki dekat mereka”. Hal ini diriwayatkan dari Ustman, ‘Aisyah, Asma’ y dan juga itulah pendapat ‘Atha, Malik, As-Syafi’i, Ahmad, As-Sauri, Ishaq, dan Muhammad bin Hasan[16].
  2. Syaikhul islam Ibnu Taimiyah mengatakan : “Para ulama sepakat untuk melarang wanita berpergian dengan membuka wajah, karena penglihatan itu merupakan awal munculnya fitnah”[17].
  3. Al-Hafidz Abu Bakar bin Abdillah bin Ahmad bin Hubaib al-’Amiri mengatakan : “Ulama salaf dan khalaf dari fuqaha’ dan para imam telah sepakat akan haramnya melihat wanita dari laki-laki yang bukan mahramnya, baik itu mahram sebab keturunan, sepersusuan ataupun lainnya. Karena itu mereka (yang bukan mahram) tadi haram hukumnya saling melihat, tidak ada alasan karena zuhud dan orang shaleh (lalu boleh melihat), baik dengan pandangan syahwat maupun tidak, maka haram tetap hukumnya”[18].
  4. Fatwa Lajnah Daimah Saudi Arabia menyebutkan : “Para wanita diperintahkan untuk menutup badannya dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya, termasuk menutup wajah dan kedua telapak tangan”[19].
  5. Syaikh Ibnu Baz mengatakan : “Tidak boleh bagi wanita membuka wajahnya, kecuali bagi mahram ataupun suaminya”[20].
Insya Allah bersambung… di Hijab Wanita Muslimah (2)
——————————————————————————————————————–
Footnote:
[1] Lihat Mu’jam Al-Wasith, dan Al-mausu’ah fiqhiyah Kuwaitiyyah, Bab ” Hijab”
[2] Lihat : Hirasatul hijab Karya As-syeikh Ibnu Baz, hal : 18 cet. maktabah Al-hadyu Al-Muhammadiy
[3] Lihat : Hirasatul hijab Karya As-syeikh Ibnu Baz, hal : 16-17 cetakan : maktabah Al-hadyu Al-Muhammadiy
[4] Lihat HR Bukhari : 4759, cet : Darussalam
[5] Lihat kitab Sullamul Amani oleh Dr. Aqil bin Ahmad Al-Uqaili hal : 88 cet. Dar Al-Khudhairi
[6] Lihat tafsir al-Qurthubi QS An-Nur : 31
[7] Lihat kitab Hijabul Mar’ah Almuslimah oleh syeikh al-’Utsaimin
[8] Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada
[9] Lihat buku kepada Ukhti Muslimah karya Pusat Penelitian Ilmiah dan Fatwa versi Indonesia
[10] Lihat kitab Hirasatul Hijab oleh Ibnu Baz, hal : 19
[11] Yang dimaksud dengan tunduk di sini ialah berbicara dengan sikap yang menimbulkan keberanian orang bertindak yang tidak baik terhadap mereka
[12] yang dimaksud dengan dalam hati mereka ada penyakit ialah: orang yang mempunyai niat berbuat serong dengan wanita, seperti melakukan zina
[13] Maksudnya: Pakaian luar yang kalau dibuka tidak menampakkan aurat.
[14] HR Tirmizi dan berkata Hasan Shahih Gharib dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, berkata Al-Bani : shahih
[15] HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, lihat kitab : Sullamul Amani, hal :126
[16] Lihat kitab Sullamul Amani oleh Dr. Aqil bin Ahmad Al-Uqaili hal : 129 cet. Dar Al-Khudhairi
[17] Lihat kitab Sullamul Amani oleh Dr. Aqil bin Ahmad Al-Uqaili, hal : 131 cet. Dar Al-Khudhairi
[18] Lihat kitab Sullamul Amani oleh Dr. Aqil bin Ahmad Al-Uqaili, hal : 133 cet. Dar Al-Khudhairi
[19] Lihat Fatwa Lajnah Daimah lilbuhutsil ‘ilmiyyah wal ifta’, 17/148
[20] Lihat Fatwa Lajnah Daimah lilbuhutsil ‘ilmiyyah wal ifta’, 17/151
[21] Lihat shahih Muslim cet Darul Ma’rifah, kitab Al-libas wa Az-Zinah Bab An-Nisa Al-Kasiat no : 5547