Memberi Fatwa
Memberi fatwa merupakan tugas yang sangat berat. Karenanya, tidak sembarang orang boleh melakukannya.
Seorang mufti (orang yang berfatwa) tentulah orang yang mempunyai
wawasan keilmuan yang luas agar yang difatwakan tentang suatu masalah
hukum sesuai dengan yang sebenarnya. Sehubungan dengan hal di atas, para
ulama memberi beberapa adab yang harus diperhatikan oleh seseorang yang
hendak berfatwa.
Pertama, meluruskan niat. Orang yang berfatwa niatnya semata-mata
mencari keridhaan Allah Ta’ala. Bukan mencari pangkat, kedudukan,
kekayaan, kekuasaan dan sebagainya. Dengan niat yang seperti itu, maka
Allah Ta’la akan memberinya petunjuk dalam melaksanakan tugasnya itu.
Kedua, paham al-Qur`an yang meliputi nasakh-mansukh,
takwil-tanzilnya, makiyah–madaniyahnya, dan segala sesuatu yang
menyangkut al-Qur`an itu sendiri.
Ketiga, paham Hadits Rasulullah SAW yang meliputi nasakh-mansukhnya, asbabul wurud dan lain sebagainya.
Keempat, paham bahasa Arab beserta kaidah-kaidahnya sehingga dengan pengetahuan bahasa ini mudah memahami al-Qur`an dan sunnah.
Kelima, menguasai ilmu ushul fiqh secara mendalam.
Keenam, mempunyai kewibawaan, sabar dan dapat menguasai dirinya, tidak cepat marah dan tidak suka menyombongkan diri. Mufti adalah panutan kaum Muslimin, karena itu disamping ahli al-Qur`an dan Hadits, ia juga seorang yang mempunyai akhlakul karimah (budi pekerti yang mulia).
Ketujuh, selalu memikirkan kepentingan kaum Muslimin.
Keenam, mempunyai kewibawaan, sabar dan dapat menguasai dirinya, tidak cepat marah dan tidak suka menyombongkan diri. Mufti adalah panutan kaum Muslimin, karena itu disamping ahli al-Qur`an dan Hadits, ia juga seorang yang mempunyai akhlakul karimah (budi pekerti yang mulia).
Ketujuh, selalu memikirkan kepentingan kaum Muslimin.
Kedelapan, berkecukupan hidupnya, tidak menggantungkan hidupnya
kepada orang lain. Dengan hidup berkecukupan itu, ia dapat memperdalam
ilmunya dan mengemukakan kebenaran sesuai dengan kehendak Allah dan
Rasul-Nya, karena pendapatnya sukar dipengaruhi orang lain.
Kesembilan, mengetahui ilmu kemasyarakatan. Sebab, ketetapan hukumnya
harus diambil setelah memperhatikan kondisi masyarakat,
perubahan-perubahan yang terjadi dan sebagainya. Sehingga fatwanya tidak
menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat, sekaligus dapat diterima dan
tidak bertentangan dengan hukum Allah dan Rasul-Nya.
Demikianlah beberapa adab yang harus dimiliki seorang mufti. Semoga bermanfaat. Amin.* (Bahrul Ulum/Suara Hidayatullah)